Sabtu, 02 Juni 2012

Tersesat Tanpa Sadar


Apabila kita telah yakin berada di atas jalan yang benar, diatas Sunnah dan Qur’an, maka tetaplah waspada! Jangan cepat merasa aman. Seiring berjalannya waktu dan kehidupan dunia ini, bisa jadi kita telah menyimpang tanpa sadar dari jalan yang benar.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa di antara ciri-ciri kehidupan manusia di akhir zaman (tanda-tanda hari Kiamat) adalah munculnya fitnah (ujian/cobaan) besar berupa bercampuraduknya kebenaran dan kebathilan. Iman menjadi goyah, sehingga seseorang beriman pada pagi hari dan menjadi kafir pada sore hari, beriman pada sore hari dan menjadi kafir pada pagi hari.

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Bersegeralah kalian melakukan amal shalih (sebelum datangnya) fitnah-fitnah bagaikan malam yang gelap gulita, seseorang dalam keadaan beriman di pagi hari dan menjadi kafir di sore hari, atau di sore hari dalam keadaan beriman, dan menjadi kafir pada pagi hari, dia menjual agamanya dengan kesenangan dunia.” (HR. Muslim, no. 186)

Godaan Dunia Paling Merusak ManusiaKekhawatiran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam akan bahaya godaan kesenangan dunia sehingga seorang manusia mau (sadar atau tanpa sadar) ’menjual’ agamanya, tercermin dalam salah satu sabda beliau : “Bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian akan tetapi yang aku khawatirkan atas kalian adalah dunia.” (HR Bukhari dan Muslim dari shahabat Amr bin Auf). Beliau juga bersabda : “Bukan kesyirikan yang aku khawatirkan atas kalian, akan tetapi yang aku khawatirkan atas kalian adalah perhiasan kehidupan dunia. (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih beliau 6196 dan Imam Muslim no 2296 dari sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir.

Adapun riwayat dengan lafadz (masy syirku’). Wallahu a’lam, tidak terdapat dalam lafadz keduanya. Atau mungkin salah dalam mendengarnya, yang ada adalah lafadz di atas). Berhati-hatilah kamu, karena tidak akan ada sekaligus pada diri seseorang rasa cinta kepada ilmu dan cinta kepada dunia. Namun, yang terjadi adalah apabila rasa cinta kepada dunia mendominasi, maka rasa cinta kepada ilmu akan menyingkir, begitupun sebaliknya. Maka jika cintamu terhadap dunia mendominasi pada dirimu, kamu pasti akan meninggalkan ilmu dan kamu akan menyia-nyiakan dirimu. (Syaikh Muhammad Ali Imam berkata : “Masuk ke dalam dunia adalah mudah sekali, namun keluar darinya sungguh sangat sulit.”)

Betapa banyak orang yang telah hilang sia-sia padahal dulunya mereka adalah penuntut ilmu dan sangat rajin menyempurnakan ibadahnya, tapi kemudian ia bergantung kepada dunia, akhirnya hilang dan menjadi orang yang tidak berguna. Godaan Harta dan Kedudukan Bermula Dari Sifat Ambisius Dalam Sunan Abu Dawud dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu, dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalaam : “Berhati-hatilah kalian dari syuh (ambisi), karena hal itu menghancurkan orang yang sebelum kalian. Memerintahkan mereka untuk memutus hubungan silaturrahmi, maka mereka memutusnya. Memerintahkan mereka untuk tidak berinfak, mereka pun tidak berinfak. Memerintahkan mereka untuk berbuat jahat, mereka pun berbuat jahat.”Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalaam memberitakan bahwa syuh (ambisi) itu memaksa manusia untuk memutuskan hubungan silaturrahmi, melakukan kejahatan, dan kebakhilan (kikir).

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalaam bersabda : “Tidaklah dua ekor serigala lapar yang dilepaskan dalam sekawanan kambing akan menyebabkan daya rusak (bagi kawanan kambing tersebut) yang lebih besar dibanding daya rusak terhadap agama seseorang akibat ambisinya terhadap harta dan kedudukan.” (Diriwayatkan dari putra Ka’b bin Malik dari ayahnya, Hadits Shahih, HR. Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Hibban. Lihat Shahih At-Targhib Wat Tarhib no. 1710)

Makna hadits ini, kerusakan yang ditimbulkan oleh dua ekor serigala lapar yang dibiarkan bebas di antara sekawanan kambing masih belum seberapa apabila dibandingkan kerusakan yang muncul karena ambisi seseorang untuk mendapatkan kekayaan dan kedudukan. Karena, ambisi untuk mendapatkan harta dan kedudukan akan mendorong seseorang untuk mengorbankan agamanya. Adapun harta, dikatakan merusak karena ia memiliki potensi untuk mendorongnya terjatuh dalam syahwat serta mendorongnya untuk berlebihan dalam bersenang-senang dengan hal-hal mubah. Sehingga akan menjadi kebiasaannya. Terkadang ia terikat dengan harta lalu tidak dapat mencari dengan cara yang halal, akhirnya ia terjatuh dalam perkara syubhat (meragukan/ berpotensi bahaya).

Ditambah lagi, harta akan melalaikan seseorang dari zikrullah. Hal-hal seperti ini tidak akan terlepas dari siapapun.Daya rusak ambisi terhadap harta dan kedudukan akan melalui dua langkah yang berjalan dengan mulus, tanpa sadar, tiba-tiba manusia telah tersesat jauh dari agamanya (menyimpang tanpa sadar), yaitu :Mula-mula, rasa cinta harta dan kedudukan yang membuat seseorang sangat berupaya mencarinya dari jalan-jalannya yang mubah (halal tapi tak ada manfaatnya) namun sangat serius dalam memperolehnya dari berbagai jalannya, dengan getol dan bersusah payah.

Dalam kondisi atau tahap ini ambisinya mungkin belum berakibat buruk yang nyata, kecuali sekadar menyia-nyiakan umurnya, yang semestinya dapat ia manfaatkan untuk memperoleh derajat yang tinggi dan kenikmatan akhirat yang kekal. Umurnya dihabiskan secara sia-sia dengan ambisi dalam mencari rezeki, yang sebenarnya rezeki telah dijamin dan dibagi-bagikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Padahal seseorang tidak mendapatkan rezeki melainkan sesuai dengan apa yang telah Allah Subhanahu Wa Ta’ala takdirkan untuknya. Seorang yang berambisi menyia-nyiakan waktunya yang mulia dan berspekulasi dengan dirinya.

Kemudian, ambisi terhadap harta dan kedudukan telah berkembang jauh dari yang tadinya menggunakan jalan-jalan halal yang mubah kemudian mulai menggunakan jalan-jalan yang haram dan tidak menunaikan hak yang wajib. Ini termasuk syuh (ambisi) yang tercela.Ketika ambisi kepada harta itu sampai kepada derajat semacam ini, maka dengan ini agama seseorang akan dengan nyata terkurangi. Karena ia tidak melaksanakan kewajiban dan malah melakukan yang haram, yang menyebabkan menurunnya agama seseorang tanpa diragukan sehingga tidak tersisa lagi kecuali sedikit. (Syarh Hadits Ma Dzi’bani Ja’i’ani)

Perkara yang terpenting bagi seorang hamba adalah menjaga agamanya. Serta merasa rugi apabila muncul kekurangan di dalam menjalankan agama. Cinta seorang hamba terhadap harta dan kedudukan, upaya yang ia tempuh untuk mendapatkannya, ambisi untuk meraih harta dan kedudukan, serta kerelaan bersusah-payah untuk mengalahkan, hanya akan menyebabkan kehancuran agama dan runtuhnya sendi-sendi agamanya. Simbol-simbol agama akan terhapus. Bangunan-bangunan agamanya pun akan roboh. Ditambah lagi bahaya yang akan ia hadapi karena menempuh sebab-sebab kebinasaan.Waspadalah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar